Thursday, October 25, 2007

Puisi Sang Pejuang

Wahai Jiwa,
Kau harus turun berlaga, atau
Kupaksa kau turun
Mengapa kau tampak enggan
Menggapai surga


Saya terhenyak...

Benar, saya terhenyak ketika membaca bait puisi ini. Ada sesuatu di dalamnya. Ada sebentuk kekuatan yang begitu menghentakkan dan mengguggah. Entah apa yang ada di balik puisi ini yang begitu memiliki kekuatan yang teramat dahsyat. Mungkin ini berlebihan, mungkin pula saya hanya terbawa suasana hening dan tenang. Tapi bagaimanapun bait puisi ini begitu mengguggah.

Saya lanjutkan membaca agar mengetahui bagaimana puisi ini tercipta...

... Ketika itu, pasukan Muslim sedang mengalami sebuah situasi sulit dalam perang Mu'tah. Abdullah bin Rawahah sekejap merasa keraguan di dalam hatinya dalam menghadapi maut. Dengan mengumpulkan segenap keberanian atas rasa cinta dan rindu kepada Tuhannya beliau mengusir keraguan itu dengan puisi. Dan terciptalah bait puisi seperti yang saya tuliskan di atas. Setelah itu keberaniannya kembali terkumpul. Ia pun maju, bertempur dan menggapai cita-citanya: SYAHID di jalan Allah.

Subhanallah, pantas saja...

Ada fenomena unik yang masih belum saya temukan jawabannya secara memuaskan. yaitu hubungan yang saya anggap misterius antara para pejuang sejati dengan puisi dan sastra. Bahkan sosok yang terkenal berkarakter keras dan tegas seperti Umar bin Khattab pun menganjurkan sastra untuk anak-anak. Karena sastra, kata Umar, dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani.

Rasulullan saw sendiri menyukai puisi dan menghapal beberapa bait puisi Arab kuno serta mengenal para penyair. Para sahabat di zaman Rasul saw dan sesudahnya juga menggunakan puisi sebagai cara untuk membangkitkan semangat.

Di kalangan para ulama dan aktivis dakwah zaman ini juga kita juga temukan hal yang sama. Buka dan bacalah karya-karya Dr. Yusuf Qardhawi, Ghazali dan... bukankah salah satu kekuatan tafsir Fi Dzilalil Qur'an, karya Sayyid Quthb, adalah kekuatan sastranya? bahkan Imam Syafi'i dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mewariskan kumpulan puisinya untuk kita.

Fenomena ini, kata Anis Matta dalam karyanya mencari pahlawan Indonesia, menjelaskan bahwa para pahlawan sejati selalu menyimpan kelembutan hati yang membuat nuraninya senantiasa bergetar setiap kali menyaksikan berbagai peristiwa yang mengharu biru; yang membuat semangatnya menggelora setiap kali ia menghadapi tantangan dan panggilan kepahlawanan; yang membuat kesedihannya menyawat jiwa setiap kali ia menyaksikan kezaliman, kepapaan dan kenestapaan; yang membuat kerinduannya mendayu-dayu setiap kali ia diingatkan pada cita-citanya. Intinya, kelembutan jiwa memberikan mereka kemampuan mengapresiasikan kehidupan secara baik dan intens.

MAKA...

Pantas saja saya terhenyak membaca bait puisi di atas karena ia tercipta memang untuk mereka yang begitu rindu meneruskan jejak langkah para PAHLAWAN.

(Tulisan di blog ini terinspirasi ketika tenggelam dalam karya indah dan bermakna Anis Matta, ‘Mencari Pahlawan Indonesia’)

No comments: